
![]() |
Foto saat Kapores Nabire AKBP Samuel D. Tatiratu, S.I.K., bernegosiasi dengan koodinator aksi titik kumpul Pasar Karang, Nabire, pada Senin (07/4), Siang. (#Dok-TadahNews/Yogo) |
[Tabloid Daerah], Nabire -- Surat Pemberitahun terlambat masuk ke kantor Polisi, dan alasan lain adalah dalam surat pemberitahuan tidak mencantumkan siapa penanggungjawab aksi dan berapa banyak massa aksi yang akan dimobilisasi, merupakan alasan mendasar Polisi membubarkan aksi Demonstrasi (Demo) Damai Tolak Freeport di Nabire, Papua Tengah, Senin, (7/4/2025) pagi Waktu Papua (WP).
Hal ini disampaikan oleh Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Nabire, AKBP Samuel D. Tatiratu, S.I.K., yang mengatakan bahwa alasan Aksi Tolak Freeport tersebut tidak mengisikan jumlah massa aksi yang akan melakukan long masch ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Tengah.
“Oleh karena itu kami tidak mengizinkan kalian melakukan aksi long
march. Di sisi lain juga, kalian akan menguasai badan jalan, dan akan mengakibatkan
kemacetan jalan,” jelas Kapolres Nabire saat bernegosiasi dengan massa aksi di
Pasar Karang.
Kapolres Nabire justru memberikan alternatif untuk berangkat
ke titik aksi Kantor DPRP Papua Tengah dengan menggunakan kendaraan umum. “Ini untuk
menghindari kemacetan di jalan,” ujarnya saat bernegosiasi.
Tetapi, pantauan TaDahnews di lapangan, massa aksi di setiap titik memilih untuk bertahan di
setiap titik aksi.
Perihal alasan Kepolisian Nabire membatasi Long March
tersebut dibantah oleh Pendamping Hukum (PH) Aksi Tolak Freeport, Maria Kobepa, S.H.,
bahwasannya tak ada undang-udang yang menegaskan batas maksimum dan minimum massa
aksi dalam suatu aksi demontrasi atau penyampaian pendapat di muka umum.
“Bahkan mau masukan surat pemberitahuan di H-1 sebelum aksi, atau di hari minggu, itu tidak dibatasi oleh suatu peraturan perundang-undangan. Ini alasan inkonstitusional untuk jelas tujuannya mau membatasi ruang berpendapat di muka umum,” jelas Mari Kobepa, PH Massa Aksi Tolak Freeport.
Bahkan untuk massa aksi yang didampinginya, menurut Kobepa, mereka sudah memenuhi perintah KUHP Pasal 1 Ayat 24 yang mana kawan-kawan kordinator lapangan (Korlap) sudah memberikan surat pemberitahuan. “Justru karena Polisi dan TNI turunkan personal yang lengkap dengan peralatan memberikan kesan buruk atau ada situasi darurat kepada Masyarakat yang hendak menggunakan jalan di setiap titik aksi,” pungkas Maria.
“Surat pemberitahuan itu berlaku sejak dimasukan ke kantor
polisi. Entah mau dimasukan kapan pun, itu berlaku. Dan Polisi punya kewajiban
untuk menerbitkan Surat Tanda Terima atau STT,” lanjut Kobepa.
Jadi, tutup PH Massa Aksi, bahwa alasan Kepolisian Nabire tentu inkonstitusional.
“Itu hanya alasan untuk membenarkan pembatasan ruang demokrasi yang terjadi hari ini, itu saja,” tutup Maria, tegas.(#YoGo/tadahnews.com)