
![]() |
Browsur rangkaian diskusi kolektif lapak Baca dan diskusi kota Nabire. list. |
TadahNews.com, Nabire -- Kolektif lapak Baca dan Diskusi di Kota Nabire melakukan rangkaian diskusi menuju hari Buruh Internasional dan Hari Aneksasi West Papua ke dalam NKRI yang jatuh pada setiap 1 Mei.
Bertempat di Asrama Mahasiswa Pelajar Puncak yang berlokasi di Jl. Jakarta Kolektif ini menggelar diksusi yang tertajuk “Kolonialisme Indonesia dan Aneksasi Papua”, ini dipantik oleh Abbi Douw, pada Jumat (25/04) Sore.
Sejak siang didahului dengan kegiatan lapak baca.
Setiap orang duduk melantai mengelilingi sejumlah buku yang diletakan di lantai beralaskan karpet oleh
kolektif lapak baca dan diskusi tepat di teras depan asrama.
Ada keseruan tersendiri yang tercipta di sana. Setiap orang memegang buku sambil baca dan saling diskusi mengenai isi buku dan informasi lainnya. TaDahNews hadir di sana menyaksikan diskusi tersebut.
Pada pukul 15.10 diskusi tersebut dibuka oleh Yones Magai
selaku Ketua Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Puncak (IMPP) Kota Study Nabire, yang
saat itu berperan sebagai moderator. Selanjutnya waktu bicara dilempar kepada
pemantik, Abbi Douw.
Pria asal Dogiai, bertubuh mungil itu mulai berbicara dari apa
kolonialisme dan bagaimana kolonialisme terjadi, juga tentang tujuan dan
kepentingannya.
Ini sangat menarik.
Kolonialisme mempunyai praktek yang menguasai, membudak,
monopoli dan sebagainya. Ini bisa dilihat Dimana-mana, di Belanda, india,
philipina, dan sebagainya.
Misalnya Ingris kuasai afrika, asia, pasifik, dan
sebagainya. Atau Papua dan Papua New Guinea terpisah karena pengaruh
penjajahan. PNG dijajah Ingris-australia, dan Papua dijajah Belanda.
“Dampak dari kolonialisme menciptakan jarak dan membikin
petak-petakan. Papua dan PNG mempunya kesamaan ras, bahkan moyang, juga satu
kepulauan, tetapi akibat penjajahan akhirnya orang Papua harus berurusan dengan
Imigrasi RI untuk berangkat ke PNG dalam batas waktu tertentu.” Jelas Douw
lanjut tengah diskusi tersebut.
Kolonialisme muncul disaat zaman markantilisme (zaman
perbudakan Bebas).
Awalnya, menurut penjelasan Douw, para pedagang,
kapitalis-kapitalis lolal membutuhkan pasar yang besar dan luas. Sehingga Ia
harus melakukan penaklukan wilayah-wilayah lain. Dengan begitu kolonialis
menguasai, mengambil barang-barang mentah dari wilayah yang ditakluk,
mendirikan pemerintahannya, dan sebagainya.
“Pemerintahan baru, yang modern juga bermunculkan akibat
dari kolonialisme,” jelas Douw memantik diskusi yang semakin serius.
Sebelum kolonialisme, orang hidup di jaman yang bebas.
Tetapi kolonialisme justru memperketat aturan, control Masyarakat secara langsung.
Terjadi perbudakan, pajak, dan sebagainya.
Termasuk dibuatnya Undang-Undang untuk mengatur hak dan
kewajiban, serta pengelompokan kelas atas dan bawa, juga perlakukan pemerintah
terhadap masyarkat berdasarkan alasan ras, warna kulit, agama, dan sebagainya. Lantas
rasisme juga bermunculan sejak itu.
Kolonialisme juga membangun Pendidikan sesuai kebutuhan
internal pemerintahannya. Kurikulum dan gagasan pengetahuan yang dicerna ke
dalam sekolah juga disesuaikan atas kebutuhan kekuasannya.
“Lantas Pendidikan kolonialistik tidak pernah melahirkan
kaum terdidik yang progresif, kritis, dan sebagainya. Selain memproduksi kaum
terpelajar yang taat dan tunduk dibawa kekuasaan. Tujuannya untuk
mempertahankan kekuasaan yang mendominasi,” terang Abbi terkait kebutuhan pendidikan
untuk kekuasaan yang mendominasi.
Dengan begitu, lanjut Douw, penjajah sangat mudah mengontol
Masyarakat, juga pikiran masyarat melalui pengetahuan, media, dan juga
hegemoninya.
Kalau di Indonesia, dengan pemerintahan kolonialisme Belanda
dibangun, secara perlahan mulai menghancurkan system Kerajaan yang lama, juga
budaya yang lama.
“Jadi kololialisme, tujuan utamanya untuk menguasai alat
produksi, kekayaan alam, dan mengontrol masyarakatnya,” kata Douw menegaskan
tujuan Kolonialisme menduduki suatu wilayah.
Kenapa Indonesia harus menduduki Papua setelah Merdeka
dari Belanda?
Indonesia ingin mengambil Kembali semua kekuatan produksi
yang dibangun oleh penjajah Belanda, termasuk yang di Papua, ada Nederland New Guinea
Protelium Mascapai (NNGPM).
Amerika melihat situasi papua yang tidak berpemerintahan dan
memiliki kekayaan alam yang cukup menjanjikan, lantas Amerika membuka ruang
negosiasi antara Belada dengan Indonesia pada 15 Agustus 1962 setelah melalui
proses pendekatan yang Panjang.
Sejak saat itu, Indonesia melakukan infiltrasi dengan
pendekatan militer melalui udara, darat juga laut. Tujuannya untuk memenangkan
Pepera 1969 yang sudah disepakati dalam perjanjian New York sebagai ruang yang
diberikan kepada orang papua untuk menentukan Nasibnya sendiri melalui
mekanisme Internasional.
Kemudian Papua itu masuk ke dalam Indonesia. Sementara orang
Papua ini banyak yang berfikir tentang nasionalisme dan kemerdekaan west Papua
pada 1 Desember 1 Desember 1961.
Lantas proklamasi 1971 merupakan sebuah manifesto perlawanan
terhadap kolonialisme Indonesia setelah penduduk Belanda di Papua.
“Sejak itu perlawanan terus dikobarkan orang Papua terhadap
kolonialisme.” Kata Douw.
Tetapi disisi pemerintahan Kolonial, Sejak itu Indonesia
mulai control orang papua, kehidupan, sektor produktif, melalui kekuasannya
(suprastruktur).
Misalnya penguasaan tanah sudah dipermudah dengan produk UU
yang ditetapkan oleh Jakarta tanpa diketahui oleh orang Papua.
Diskusi ini semakin cair dengan setiap orang saling bergantian
bicara.
Salah satu peserta diskusi, Jhon Giyai, mengutarakan
pendapatnya bahwa Cara penaklukan, pendudukannya jauh berbeda dengan Belanda.
Indonesia lebih kasar.
“Kalau pengembangan kolonialisme Belanda di Papua justru
lebih soft. Metodenya lebih banyak ekspedisi-ekspedisi. Targernya pemetaan
wilayah, sumberdaya alam, juga Masyarakat,” kata Giyai membedah metode
penaklukan Kolonialisme Indonesia dan Belanda.
Tetapi pendekatan kolonialisme Belanda justru memberdayakan
orang Papua mengisi struktur kekuasaannya serta di setiap sarana pendukungnya.
Lantas tidak dikekang oleh pendekatan yang bersifat keras, militeristik.
“Saat Belanda di Papua, Orang Papua bisa mengelolah radio,
rumah sakit (saat itu rumah sakit Dok 2 justru berbaik se pasifik),
perbengkelan, pertanian, perikanan, di Pendidikan, memberikan ruang untuk orang
Papua terdidik berpolitik melalui organisasi, partai-partai yang kemudian
mempelopori kemerdekaan 1 desember 1961,” kata Giyai berpendapat.
Lanjut Giyai, Belanda membangun Papua juga justru dengan
hasil meraup kekayaan alam di Papua melalui semua Perusahaan tambang dan minyak
yang dikelolah oleh NNGPM.
Ketika Indonesia masuk, menduduki Papua, terjadi pergeseran
orang Papua dari semua sektor, termasuk digeser dari sarana produktif. Lantas
dengan begitu memperlambat laju kemajuan tenaga produktif orang Papua.
“Konsep perkembangan manusia Papua ini juga dipahami oleh
kolonialisme. Lantas itu juga menguntungkan penguasa untuk menentukan metode
penaklukannya,” lanjut Giyai.
Indonesia justru menggunakan pendekatan militeristik dengan
lancar melakukan operasi-operasi militer untuk menduduki wilayah Papua,
mengambil semua sumber daya alam papua, juga untuk mengontrol rakyat Papua. dan
itu didukung oleh UU, kebijakan Jakarta untuk Papua, juga berbagai propaganda
yang disebar-luaskan melalui media mainstream.
Sementara ini, salah satu peserta diskusi dari Solidaritas Pelajar
West Papua (SPWP), Ando berpendapat bahwa Kolonialisme sangat pintar untuk
membuat perpecahan suatu persatuan Gerakan rakyat.
“Proses Pembangunan pecah-bela Papua ini sangat mirip dengan
bagaimana politik pecah-bela yang dibangun oleh Belanda. Di Papua, selain
propaganda provokatif, juga dengan pemekaran DOB yang semakin kencang di
mekarkan, dan itu didukung oleh UU Indonesia,” terang Ando, salah satu pelajar
yang hadir ikus diskusi.
Kemudian Abbi Douw berpendapat bahwa saat Belanda mulai
menguasai Papua, Ia membuat banyak program. Dan untuk menjalankan itu, Belanda fungsikan
orang-orang pribumi Papua, juga mendatangkan tenaga kerja dari Luar Papua.
Agar berpengetahuan baru sesuai tujuan Belanda, Ia juga
membikin sekolah pola berasrama. Orang Papua di didik disitu untuk memehuni
kelancaran semua program Belanda.
“Mulai dari pemerintahan, perkantoran, pertanian, perikanan,
perbengkelan dan teknologi, dan sebagainya. Itu semua di isi oleh orang Papua.
Walau pun proses ini untuk mengisi kebutuhan pemerintahan Belanda, justru
tenaga produktif Papua semakin maju dengan adanya keterlibatan langsung di
dalam semua lini,” katanya.
Lantas proses ini dihentikan dan tenaga produktif orang
Papua ini disingkirkan oleh penaklukan kolonialisme Indonesia.
Juga lebih para, tutup Douw, perpecahan dalam skala yang
besar didukung oleh revisi UU otsus yang baru.
Yohanes Gobai