Iklan

iklan

Gastrocolonialism dalam Program Makan Siang Gratis di Tanah Papua

Tabloid Daerah
2.04.2025 | 7:30:00 AM WIB Last Updated 2025-02-04T04:34:38Z
iklan
"Indonesia membunuh masa depan Anak-anak Papua dengan makan siang gratis yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua, dan program ini dianggap tidak tepat dan bahkan merugikan masyarakat Papua." 

[Yefta Lengka]

Masyarakat Adat Papua di tengah kepungan ekspansi kapital dan krisis pangan lokal (Ist.)

I. Pendahuluan

Istilah Gastrocolonialism pertama kali dikemukakan oleh Craig Santos Perez. Ketika, Ia meneliti bagaimana sistem pangan dan kesehatan masyarakat di Hawaii terkikis oleh impor berskala besar atas makanan olahan murah dan berkualitas rendah yang dibuat oleh perusahaan multinasional.

Secara sederhana dapat kita pahami bahwa Gastrocolonialism adalah fenomena ketika, makanan yang diproduksi dan didistribusikan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk menggantikan sistem pangan tradisional dan pola makan masyarakat lokal dan dalam prosesnya memicu kekurangan.

Program Makan Siang Gratis adalah Program Nasional yang dikampanyekan oleh Pasangan Prabowo-Gibran yang saat itu tengah berkampanye untuk menduduki jabatan orang nomor satu dan dua di Negara Republik Indonesia.

Setelah terpilih Prabowo-Gibran saat ini tengah menjalankan misi Makan Siang Gratis di seluruh Indonesia. Termasuk Tanah Papua.

Di beberapa daerah di Tanah Papua Program Makan Siang Gratis dijalankan langsung oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) bersama pihak sekolah dan bekerjasama dengan beberapa pihak ketiga.

II. Gastrocolonialism di Papua

Yang terjadi di Hawaii, juga terjadi di Tanah Papua. Pada Bulan Oktober 2024 ada salah satu anggota TNI viral di akun TikTok yang sedang menukar Mi Instan dengan sayur-mayur milik warga lokal di Tanah Papua. Video unggahan tersebut menjadi viral dan penontonnya hampir 15 juta orang.

Dalam video tersebut Aparat TNI menulis, "Mama ini datang dari kampung sebelah depan keempat anaknya untuk menukar tomat dengan mi instan". Dan, video tersebut dibanjiri banyak pujian.

Tidak hanya itu, fakta lainnya adalah Pemerintah Indonesia selalu memberikan Uang, Beras Miskin (Raskin), Bantuan dalam bentuk Bama (Minyak, Garam, Beras, Mi Instan, Sarden, dan lain sebagainya) pada acara-acara tersebut dan dalam situasi-situasi tertentu kepada orang Papua. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia menciptakan ketergantungan dalam diri orang Papua.

Acara gereja, acara adat, bencana alam, bencana sosial, konflik sosial, dan lain sebagainya, itu, pemerintah selalu menghadapi orang Papua dengan mengedepankan Bama Kemasan. Bukan, Bama Lokal.

Dengan demikian, perubahan etos kerja orang Papua menurun secara drastis. Orang Papua tidak bisa lagi untuk hidup produktif. Artinya, orang Papua tidak lagi menggarap tanah untuk hidup. Jadi, dengan sendirinya pola makan lokal tersingkir dan digantikan dengan makanan kemasan.

III. Program makan siang gratis di tanah Papua adalah bentuk Gastrocolonialism?

Ya! Program makan siang gratis di Tanah Papua dan Indonesia adalah bentuk Gastrocolonialism negara terhadap rakyat Indonesia. Khususnya di Tanah Papua. 

Dengan adanya Program Makan Siang Gratis, Gastrocolonialism telah menjadi nyata secara terang-benderang.

Bentuk Gastrocolonialism dapat kita lihat melalui makanan dan minuman yang diberikan kepada anak-anak Papua di setiap sekolah. Para guru dan aparat keamanan menjadi aktor dalam mempersiapkan makanan dan minuman bagi anak-anak. Dan, makanan yang diberikan adalah Mi Instan, Ayam Kulkas (es), Nasi, Tempe, Tahu, Teh Kotak, Ultra Milk, dan lain sebagainya. 

Dari beberapa berita yang diunggah, banyak aparat keamanan yang menggunakan seragam dan senjata lengkap di sekolah. Dimana, anak-anak tersebut sedang makan. Ini, adalah kondisi dan fakta di Tanah Papua. 

Sebenarnya orang tua anak di Tanah Papua lebih paham dan tahu bagaimana memberikan makanan yang baik dan benar untuk anaknya. Sebab, makanan yang baik dan benar memiliki pengaruh dalam perkembangan otak dan IQ anak, termasuk daya tangkap anak.

Dengan demikian Program Makan Siang Gratis adalah Gastrocolonialism di Papua secara terang-terangan dan terstruktur.

IV. Gastrocolonialism tumbuh subur di tanah Papua

Gastrocolonialism atau Penjajah Pangan tumbuh subur tanpa diperhatikan oleh para pengambil kebijakan. 

Pertanyaannya, dari beberapa uraian di atas adalah "apakah orang Papua miskin?" Jawabannya adalah tidak!

Orang Papua kaya. Orang Papua memiliki tanah yang subur. Orang Papua pemilik emas. Orang Papua pemilik gas. Orang Papua pemilik minyak bumi. Orang Papua memiliki logam. Orang Papua memiliki segalanya yang disediakan oleh sang pencipta di Alam Semesta Tanah Papua atau Bumi Papua ini.

Jadi, mengapa orang Papua disebut miskin? Sebenarnya orang Papua dimiskinkan oleh Pemerintah Indonesia! Sekali lagi, orang Papua dimiskinkan di atas tanah dan alamnya yang kaya raya.

Orang Papua diberikan berbagai bantuan. Orang Papua dipetakan dalam Daerah Otonom Baru (DOB). Orang Papua disibukkan dalam politik dengan iming-iming harta dan jabatan. Dan lain sebagainya. Semuanya ini dilakukan untuk menciptakan ketergantungan orang Papua terhadap produk pemerintah. 

Pada akhirnya tidak ada produktivitas masyarakat adat untuk menghidupi makanan lokal.

Sala satu contoh, adalah program Lumbung Pangan Nasional atau National Food State. Program ini memiliki potensi besar untuk mematikan Pangan Lokal di Tanah Papua, termasuk Program Strategis Nasional (PSN) di Merauke. Dan, Kelapa Sawit yang mengorbankan ekosistem hutan. Semua ini bertujuan untuk mematikan Pangan Lokal orang Papua dan alam Papua.

Semua itu menuju pada ketergantungan pada produk nasional. Produk lokal tersingkir secara perlahan. 

V. Penolakan program makan siang gratis di tanah Papua masuk akal dan harus diterima dengan positif thinking

Emil menulis, Program Makan Siang Gratis mematikan daya tangkap anak-anak. Artikel tersebut membahas tentang bahaya makanan dan minuman kemasan bagi anak-anak, terutama dalam masa pertumbuhan mereka. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa makanan dan minuman kemasan dapat merusak daya tangkap anak-anak dan menyebabkan gangguan kesehatan yang serius di kemudian hari.

Bahaya Makanan dan Minuman Kemasan, seperti; Pertama, Merusak sistem imun tubuh anak-anak. Kedua, Mengganggu perkembangan otak dan kecerdasan. Ketiga, Meningkatkan risiko penyakit kronis, yakni; obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Keempat, Mengandung bahan kimia berbahaya, yakni; pewarna, perasa, dan pengawet.

Rekomendasi
Pertama, Orang tua harus memantau dan mengontrol konsumsi makanan dan minuman kemasan anak-anak.

Kedua, Makanan dan minuman alami, seperti buah, sayuran, dan protein hewani dan nabati, harus menjadi pilihan utama.

Ketiga, Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk mengurangi konsumsi makanan dan minuman kemasan, seperti; melalui pendidikan, kesehatan, dan regulasi.

Referensi:
1. Penelitian ilmiah tentang bahaya makanan dan minuman kemasan.

2. Organisasi kesehatan internasional, yakni; WHO dan UNICEF.

3. Artikel kesehatan dan gizi dari sumber terpercaya.

Poin-poin Kritik

Pertama, Program Makan Siang Gratis tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya Masyarakat Papua.

Kedua, Makanan yang diberikan tidak seimbang dan tidak cocok untuk anak-anak Papua.

Ketiga, Program ini hanya memperburuk kondisi kesehatan dan pendidikan di Papua.

Keempat, Yang diuntungkan dari program ini bukanlah masyarakat Papua, melainkan pihak lain yang ingin mengambil keuntungan.

Rekomendasi Penulis

Pertama, Pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan kebutuhan dan budaya masyarakat Papua dalam membuat program.

Kedua, Program pendidikan dan kesehatan yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Papua harus diutamakan.

Ketiga, Masyarakat Papua harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan program.

Selain itu, pada Hari Senin, 3 Januari 2025, ratusan siswa di Kabupaten Yahukimo melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan terhadap program makan siang gratis. Dalam baliho yang dipegang oleh para siswa tertulis,  "Tolak Makan Siang Gratis. Kami Butuh Pendidikan Gratis".

Anak-anak tersebut merasa bahwa pendidikan lebih penting daripada makan siang gratis. Sebab, pendidikan akan mengubah pola makan yang lebih sehat dan bergizi bagi tubuh mereka.

VI. Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari artikel ini, saya (penulis) simpulkan bahwa yang terjadi di atas Tanah Papua adalah bagian dari Gastrocolonialism atau penjajahan pangan. Gastrocolonialism di Tanah Papua terjadi secara masif, terstruktur, sistematis, dan terang-terangan.

Penulis merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia beberapa poin penting. Yaitu:

Pertama, Segera hentikan Program Makan Siang Gratis di Tanah Papua dan melakukan evaluasi secara menyeluruh. 

Kedua, Segera menggratiskan pendidikan di Tanah Papua baik biaya pendaftaran, biaya operasional sekolah yang dibebankan kepada siswa, biaya baju/celana (seragam) sekolah, sediakan alat transportasi di setiap sekolah sesuai Medan dan tempat di seluruh Tanah Papua, biaya laboratorium sekolah dan biaya lain-lain. Dan, dana Program Makan Siang Gratis dialihkan ke Pendidikan Gratis.

Ketiga, Mengehentikan makanan dan minuman kemasan yang dapat merusak jaringan otak dan kesehatan psikologis anak.

Keempat, Segera hidupkan kembali pangan lokal sebagai solusi atas Gastrocolonialism di seluruh Tanah Papua.


Oleh Yefta Lengka, Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan asal Wamena.

Di tulis dari Tanah Hubula pada tanggal, 04 Februari 2025.


Editor: Melkianus Dogopia
Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Gastrocolonialism dalam Program Makan Siang Gratis di Tanah Papua

P O P U L E R

Trending Now

Iklan

iklan