[Tabloid Daerah], Nabire -- Organisasi Pers Papua Tengah menggelar Aksi Jumpa Pers bersama Komunitas Sastra Papua (Ko'Sapa), Gerakan Papua Mengajar (GPM) Pusat, Forum Mahasiswa Independen West Papua (FIM-WP) Nabire, Asosiasi Pedagang Asli Papua (APAP), Pemuda Katholik Papua Tengah, Green Papua Wilayah Nabire, yang bersolidaritas menuntut ungkap dan tangkap pelaku pelemparan Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi, Rabu (24/11/2024), di Asrama Puncak, Jalan Jakarta, Kampung Kalisusu, Nabire.
Pertanyaan yang dapat dituliskan, adalah; Ada Apa Dengan Wartawan di Tanah Papua, Yang Terus Diteror dan Mendapatkan Ancaman BOM?
Perlu ditegaskan lagi bahwa terkait dengan pers dan pada kasus ini seperti yang dikagetkan peristiwa pelemparan Bom Molotov ke Kantor Redaksi Jubi, kami mengutip pernyataan seorang penulis besar Mark Twain, "Hanya ada dua hal yang bisa membawa terang di seluruh penjuru dunia, yakni; matahari di atas langit dan pers di muka bumi'."
Namun, ironisnya awan gelap menyelimuti dunia pers di Tanah Papua dengan berbagai ancaman teror dan intimidasi terhadap wartawan.
Kejadian terus-menerus yang meneror para wartawan di Tanah Papua. Tidak tangguh-tangguhnya, CCTV telah merekam jelas pelaku pelemparan Bom Molotov tersebut dihalaman Kantor Redaksi Tabloid Jubi, Jalan Perumnas II Waena, Jayapura, pada Hari Rabu, 16 Oktober 2024.
Selain teror tersebut, Pertama kali, mereka menginjak rem mobil Victor Mambor dan hampir membuatnya keluar di jalan dalam perjalanan ke tempat kerja.
Kedua, mereka merusak mobilnya Victor Mambor dan mencoret-coretnya. Dan, ini mengakibatkan kaca depan mobil rusak dan harus diganti.
Ketiga, mereka meneror Victor Mambor dengan memasang Bom Rakitan di samping rumahnya. Bom meledak namun tidak ada kerusakan.
Selain itu, pada tanggal, 21 Agustus 2021 terjadi perusakan mobil milik Lucky Ireeuw, Pemimpin Redaksi Cenderawasih Pos yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura. Kaca mobil jenis Suzuki R3 DS 1324 AG milik Lucky yang diparkir di pinggiran dermaga penyebrangan Kampung Tobati/Enggros Hamadi, dirusaki orang tidak dikenal. Dan, hingga kini tidak ada kejelasan.
Kasus lain yang menimpa empat jurnalis tersebut meliput aksi demonstrasi yang dilakukan Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (FRPHAMP) terkait video penyiksaan sejumlah anggota TNI Batalyon Infanteri Raider 300/Braja Wijaya Kodam III/Siliwangi terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
Namun, mereka mengalami tindakan kekerasan oleh oknum anggota kepolisian terhadap empat jurnalis di Nabire, Ibu Kota Provinsi Papua Tengah. Keempat jurnalis yang diintimidasi, diantaranya; Yulianus Degei (papua.tribunnews.com), Melkianus Dogopia (tadahnews.com), Elias Douw (wagadei.id), dan Christian Degey (seputarpapua.com). Tidak hanya intimidasi, larang meliput, rampas alat kerja, bahkan hingga tindakan pengeroyokan, dialami empat wartawan di tiga lokasi berbeda.
Saat aksi serupa kembali terjadi pada tanggal, 15 Agustus 2024 kemarin, dua rekan wartawan sedang meliput aksi New York Agreement di Nabire.
Kedua jurnalis yang dihadang oleh anggota Polres Nabire adalah Aleks Waine (Jelatanews Papua) dan Melkianus Dogopia (TaDah News). Mereka dilarang melakukan pengambilan foto atau video, dan dipaksa keluar dari area antara kepolisian dan demonstran.
Dua wartawan yang dihadang dan dilarang meliput juga mengenai gas air mata aparat kepolisian.
Masih banyak kekerasan yang dialami oleh wartawan di Tanah Papua. Bentuk-bentuk kekerasan teror dan intimidasi ini perlakuan yang tidak terpuji karena, mengganggu Jurnalis dalam melakukan kerja kerjanya adalah sama saja membuat demokrasi mati.
Dimanakah nurani bapak-bapak kepolisian bila tidak mengungkapkan berbagai khasus kekerasan yang dialami wartawan di Papua? Khususnya teror Bom Molotov yang dialami Media Jubi. "Bila Polisi tidak mengungkapkan aktor-aktor pelempar bom dan tidak menangkapnya maka, kami bisa berkesimpulan bahwa polisi terlibat dalam rentetan peristiwa dan polisi memelihara teroris di Tanah Papua, serta masif melakukan represif kepada wartawan yang bekerja membangun demokrasi."
Berbagai bentuk teror, kekerasan, intimidasi, ini, justru mengganggu para jurnalis dalam kerja-kerjanya di Tanah Papua dalam mengawasi demokrasi, pembangunan, dan mengangkat harkat dan martabat orang Papua melalui media massa.
Kami meminta agar semua pihak dapat menghargai, menghormati media massa, terlebih khsusu jurnalis di Tanah Papua ini. Dengan demikian, ini pernyataan sikap kami, tegas dan keras kami serukan kepada yang berwajib:
Pertama, Polda Papua Segera Tangkap Teror Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi dan Kasus Serangan Bom ke Kediaman Victor Mambor di Angkasa, Jayapura, Papua.
Kedua, Hentikan Teror dan Intimidasi Terhadap Jurnalis di Tanah Papua.
Ketiga, Stop! Kekerasan Terhadap Wartawan di Nabire Papua Tengah.
Keempat, Stop! Bungkam Ruang Demokrasi di Media Massa.
Kelima, Siapapun Dia Wajib Menghargai Perasaan Sebagai Pilar ke-4 untuk Mengawal Demokrasi Khususnya di Tanah Papua.
Tuntutan ini kami keluarkan agar para jurnalis, pekerja pers mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan kerja-kerjanya. Dan, apabila tuntutan kami tidak diindahkan oleh pihak kepolisian maka kami akan turun jalan melakukan aksi protes di Nabire.
Demikian Tuntutan kami, dan sebagai penanggungjawab Jumpa Pers ini, sebagai berikut: Media Jubi, PWI Papua Tengah, AWP Papua Tengah, AMSI, IJTI, AJI Jayapura, LBH Pers, Ko'SaPa, GPM Pusat, FIM West Papua Nabire, APAP, Pemuda Katholik Papua Tengah, Green Papua Wilayah Nabire.(*)
Admin