Tempat tinggal nelayan di Muara Kali Lagari-Nabire, Papua Tengah - (#YoGo-TaDah) |
[Tabloid Daerah], Nabire -- Curah hujan meninggi selama tiga hari sejak 19 April, sebagai nelayan, Warga muara Kali Lagari, distrik Makimi, Nabire, Papua Tengah, mengeluhkan atas kehilangan mata pencarian di laut.
Bapak Yan Erari (50an) merupakan Nelayan yang sudah tinggal disana lebih dari 50an tahun. Lantas bapak dan ibu dari Pak Erari sudah menetap disana saat sebelum Pemerintahan Kota Nabire baru dibuka di Napan. Kini Distrik Napan.
“Anak, bapak pusing [bingung] sebab sudah tiga hari bapak tidak mencari di laut. Air laut kabur karena bajir,” bebernya kepada media ini saat menemuinya di Pelabuhan muara Kali Lagari, 50 meter dari Rumahnya pada Rabu (24/04), sore. Pelabuhan perahu kayu, satu-satunya akses transportasi Warga Napan dengan Kota Nabire.
Pak Erari menjelaskan para Nelayan sangat senang setiap banjir. Sebab hasil penangkapan lebih banyak. Tetapi saat ini mereka hanya bisa menatap harapan sejak PT. Cristalin Eka Lestari beroperasi di Hulu, Kali Lagari di cemari limbah tambang.
“Kalau dulu setiap banjir kami senang. Karena saat banjir ikan-ikan dari atas juga ikut turun, dan pasti kami [melayan] panen ikan banyak. Kalau sekarang, begini sudah. Kalau banjir, kami sulit untuk mencari di laut” lanjut bapak dari dua anak itu sambil mengunya pinang, sesekali menatap laut, tampak sejuta harapan yang sedang memudar di depan mata.
Saat itu Air disekitar muara kali Lagari terlihat kabur, menurutnya, karena lumpur terkumpul di muara kali, lengket [menempel] di pasir, lalu airnya kabur, sudah tercampur dengan limbah tambang yang ikut mengalir di sana.
Kali Lagari bersumber dari Kali Siriwo. Kali tersebut bercabang dua dari pertengahan badan. Lantas Kali Lagari yang mengalir ke arah timur, bermuara di bagian Timur, ujung Distrik Makini. Lalu Kali Musairo mengalir ke Barat, dan bermuara di pertengahan distrik Makimi. Jarak antara ke dua muara ini kurang lebih 5 KM. Lantas PT. Cristalin Eka Lestari menambang di antara kali Lagari dan Musauro yang jaraknya sangat berdekatan. Lantas kondisi Kali Musairo bernasib sama dengan Kali Lagari.
Bapak Yan Erari (50) merupakan Nelayan. Bapak dan ibunya sudah tinggal disana saat sebelum Pemerintahan Kota Nabire baru dibuka dibuka di Napan. Kini Distrik Napan.
“Mama dan Bapak juga dulu Nelayan, sekarang Saya bersama Istri dan dua orang anak, kami yang tinggal di sini,”jelasnya, tentu laut merupakan sumber hidup bagi Nelayan di sana.
Menurut penjelasan Pak Erari hasil penangkapan perhari bisa lebih dari satu juta. Entah saat air surut, atau naik, paling kurang lima ratus ribu. Apa lagi saat banjir, sebelum tercemar Limbah, ikan dari kali Lagari paling nyak. “buang jaring sebentar, satu atau dua jam, sudah, angkat jaring, menyimpang. Ikan sudah ada.”
Hasil dari ikan, Pak Erari sudah menyekolakan dua orang anaknya hingga tamat Sekolah Menengah Atas. “Sewaktu mereka sekolah dari SD sampai SMA selesai, tidak pernah ada tunggakan. Persoalan kewajiban orang tua untuk melunasi biaya sekolah, saya tidak pernah terlambat, dan tunda. Pasti lunas,” ungkap Pria asal Makimi, saat senja menari diantara lukisan pulau-pulau yang membikin Indah cerita di sore ini.
Lantas demikian kini, Pak Erari yang sudah berusia 50an tahun mengakui bahunya sudah tidak kuat lagi untuk mendayung mencari ikan lebih jauh.
“Sekarang, bapak sudah tidak kuat. Tidak bisa mendayung [perahu] lebih jauh. Yang bisa hanya di dekat-dekat saja. Tetapi air kabur sampai di kali Musairo sana. Makanya tinggal-tinggal saja begini. Bingung mau bikin apa?” pungkasnya, menutup pembicaraan ini saat senja hendak berpamit pulang.
Dampak Lingkungan
Dari data yang diperoleh Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan Papua (LBH TKP), Nabire, setelah memiliki izin, PT. Cristalin Eka Lestari beroprasi dengan menyediakan jasa penambang di lokasinya. Dari itu, PT. Lestari memposisikan diri sebagai menyediakan surat izin, lalu invertor yang beroperasi di dalam. Lantas dalam beberapa kasus terkait dampak kejahatan lingkungan nasinya sulit siapa yang harus bertanggungjawab. Apa kah para investor yang menambang atau PT. Cristalin Eka Lestari yang menyediahkan lokasi tambang.
“Ada beberapa temuan dampak kerusakan lingkungan dari aktivitas tambang itu,” jelas Ricardani Nabire, S.H., Direktur LBH TKP saat The Papua Journal meminta pandangan terkait aktivitas tambang PT. Lestari yang berdampak ke lingkungan tersebut, pada Kamis (25/04) di Kantor LBHT TKP.
Tanpa menjelaskan kelayakan uji Amdalnya, Dani Nawipa mengatakan bahwa dampak lingkungannya yang tidak diperhatikan secara baik oleh penambang dan PT. Lestari.
Tentu terdapat banyak galian lubang yang sangat besar dan dalam. Ini bisa berakibat tertimbun dan longsor. “Kondisi ini bisa memakan korban nantinya. Bagi warga yang beraktivtias di sana, juga bagi keselamatan para pekerja yang bekerja dengan peralatan yang cukup, tidak seperti PT. Freeport peralatannya canggih,” Lanjut Nawipa menerangkan bahaya perkerja dari dampak lingkungan yang tak diperhatikan oleh PT. Lestari.
Hal lain adalah tambang sering banjir dan banyak potongan kayu dan batu yang menumpuk di pertengahan kali Musairo dan Lagari. Lantas terkadang air sering kali terbendung di sana.
“Satu kali banjir de bawa turun semua ke laut. Kondisi ini kalau dibiarkan, dan tidak perhatikan kondisi kali dan tempat pembuangan limbahnya, itu kemungkinan banjir Sentani Jilid 2 bisa terjadi.” Lanjut Nawipa.
Lanjut Nawipa, Penemuan lain adalah ikan-ikan hidup di Kali Lagari dan Musairo di dekat lokasi tambang mengalami mutasi [perubahan bentuk] akibat tercemar limbah.
“Ikan-ikan di sana itu mata besar, lebih besar dari ikan normal, lalu mata menonjol keluar. Kondisi ini kalau dibiarkan, bisa berdampak ke muara, laut, hingga kepada kondisi kesehatan warga yang hidup dari hasil penangkapan di laut terdekat,” tutup Nawipa.(#YoGo/tadahnews.com)