Konferensi Pers dan Pernyataan Sikap, Ikatan Pelajar Mahasiswa Puncak Papua, menyikapi Penganiayaan Warga sipil oleh oknum TNI, (Dok. IPMAP se-Jawa dan Bali) |
[Tabloid Daerah], Nabire -- Ikatan Pelajar Mahasiswa Puncak (IPMAP) se-Jawa dan Bali melakukan Konferensi Pers mengutuk keras atas insiden tidak berperikemanusiaan terhadap tiga warga sipil di Kabupaten Puncak Papua oleh oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, Jumat (05/04/2024).
Kepada media ini, Pengurus IPMAP se-Jawa-Bali, Kris Wamang dalam Konferensi Pers membeberkan ketiga nama korban.
"Insiden yang terjadi beberapa minggu lalu melalui Video [Viral] di Kabupaten Puncak Papua diduga pelakunya Oknum TNI terhadap ketiga korban rakyat sipil, yakni; Definus Murib, Alinus Murib, Warinus Murib, penyiksaan tanpa mengedepankan asas-asas Hak Asasi Manusia [HAM] dan telah melakukan penganiayaan,” jelas Kris Wamang melalui Konferensi Pers.
Mahasiswa Puncak Papua, meminta TNI berhenti klaim bahwa ketiga korban itu sebagai TPNPB. Karena, mereka adalah benar-benar statusnya masyarakat sipil atau pelajar.
“Oknum TNI, melakukan pelanggaran HAM kekerasan. Sehingga, kami mendesak kepada Komnas HAM, usut tuntas kasus ini termasuk TNI, untuk segera melakukan Investigasi menyeluruh dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM agar pelaku pelanggaran HAM diadili secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku,” lanjut Wamang.
Lebih lanjut, Wamang menyatakan pihaknya sebagai Mahasiswa IPMAP se-Jawa-Bali dengan tegas mengecam setiap bentuk pelanggaran HAM yang merugikan Hak Asasi Manusia dan nilai-nilai kemanusiaan di daerah kami Kabupaten Puncak.
“Kami menganggap bahwa kebebasan, keadilan, dan martabat setiap individu harus dihormati dan dilindungi oleh negara, termasuk oleh aparat keamanan TNI maupun Polri. Jangan semenah- menah melakukan tindakan penganiayaan, tindakan yang keji ini sungguh keterlaluan,” tegas Mahasiswa IPMAP se-Jawa-Bali dalam konferensi persnya.
Kronologis Singkat Versi IPMAP se-Jawa dan Bali
Penganiayaan yang dilakukan oleh oknum TNI terharap ketiga warga sipil, bertempat di Distrik Omukia pada tanggal 3 Februari 2024. Bahwa kejadian saat itu masyarakat sedang melakukan kegiatan gontong-royong untuk membangun sebuah honai (rumah). Dan, pihak korban pun ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Anggota TNI Satgas Pamtas Yonif 330/Brawijaya, dari Distrik Ilaga menghampiri masyarakat sedang melakukan kegitan tersebut.
Dari situlah, Oknum-oknum TNI menangkap tiga masyarakat sipil, yakni; Warinus Murib (18 tahun), Alinus Murib (18 tahun), dan Defius Kogoya (17 tahun). Ketiga korban ini dituduh bagian dari TPNPB tanpa bukti yang jelas. Para Oknum TNI ini menangkap ketiga korban dan melakukan tindakan kekerasan fisik, berupa pukulan tanpa diinterogasi. Mereka bertiga dibawa menuju ke Pos Satgas Pamtas Yonif 300/Puncak Ilaga.
Pada saat itu, pihak keluarga koban hanya bisa menahan amarah dan kesedihan atas penangkapan secara kekerasan. Seketika sampai di Pos Satgas disitulah kejadian penyiksaan sadis terhadap ketiga korban. Dan, yang menjadi sasaran utama Warinus Murib, Ia ditusuk mengunakan senjata tajam, pukulan, tendangan, dan diseret dijalan sekitar 1 kilometer.
Sangat brutal sekali diperlakukan secara tidak berperikemanusiaan. Sehingga, korban mengalami babak belur. Kemudian, ketiga korba tersebut dievakuasi, rawat di Rumah Sakit (RS) Ilaga. Namum, beberapa hari kemudian, Warinus Murib sendiri nyawanya tidak tertolong meninggal dunia. Sedangkan, dua korban masih dirawat di RS.
Sebenarnya ketiga korban tesebut masyarakat biasa, Warinus Murib berstatus sebagai masyarakat sipil, Alinus Murib berstatus sebagai pelajar STP (Sekolah Kebenaran) di Ilaga, dan Defius Kogoya sebagai pelajar SMP Umokia. Sumber informasi dari salah satu keluarga korban melalui telepon seluler dari Puncak Ilaga, Sabtu (22/03/2024) diperkirakan sekitar Pukul 18.15 Waktu Papua (WP).
Peristiwa ini belum ada penyelesaian dari Pemerintah Daerah dan juga Pemerintah Pusat, terlebih lagi belum ada perhatian khusus dari Komnas HAM. Operasi militer sampai saat ini masih berlangsung di Kabupaten Puncak Papua di 5 Distrik, 26 Kampung, dan 26 Gereja. Oleh sebab itu, IPMAP se-Jawa dan Bali, menyatakan sikap:
Pertama, Setiap warga negara Indonesia berhak bebas dari penyiksasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999, berbunyi, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”,
Kedua, Kekerasan dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan, sebab sekalipun korban melakukan tindakan melanggar hukum. Tetapi, semua warga punya hak praduga tak bersalah sampai ada putusan tetap dari pengadilan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan, “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena, disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan”,
Ketiga, Pemerintah Indonesia segera menarik seluruh pasukan TNI organik maupun non-organik di seluruh Tanah Papua. Karena, kehadirannya menimbulkan berbagai kekerasan dan pembunuhan terhadap warga sipil.
Keempat, Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-indonesia menuntut kepada Pemerintah Pusat, segera bertanggungjawab atas kekerasan yang terjadi sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Sebagaimana, ketentuan “Pasal 28 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi, “ perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah’’, Sehingga, negara Indonesia memiliki hak konstitusioanl untuk menegakan HAM di Puncak Papua.
Kelima, Kami minta Komnas HAM RI melakukan penyelidikan terkait kasus kekerasan terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak Papua.
Keenam, Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-Indonesia menuntut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk segera perintahkan panglima untuk menarik kembali TNI Organik maupun non-organik di Puncak, dan pecat pelaku kekerasan tiga warga sipil.
Ketujuh, Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-Indonesia menuntut Panglima TNI, Jendral Agus Subiyanto Republik Indonesia segera pecat anggota TNI yang telah melanggar hukum sesuai dengan UU TNI Pasal 1 angka (13) menyatakan bahwa prajurit adalah anggota TNI. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, setiap anggota TNI yang sedang bertugas atau tidak, yang melakukan tindak pidana diadili di pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Dan, Pasal 351 ayat (1,2,3) yang menyatakan, “Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun delapan bulan.(*)
Kontributor: Derek Kobepa
Editor: Angsel H