10 Tuntutan Dalam Konfrensi Pers, FRPHAMP: Menyikapi Kriminalisasi dan Pengalihan Isu Pemerkosaan dan Pembakaran Rumah Warga, (Brosur FRPHAMP) |
[Tabloid Daerah], Nabire -- Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (FRPHAMP) mengeluarkan 10 Tuntutan melalui Konfrensi Pers menyikapai kriminalisasi dan pengalihan isu pemerkosaan dan pembakaran rumah warga. FRPHAMP membeberkan alasan dan tujuan dilakukannya Aksi Demonstrasi (Demo) Damai, dan mengecam pembungkaman Ruang Demokrasi.
Melalui konfrensi pers yang dilakukan pada Hari Senin (8/4/2024), kepada media ini, Juru Bicara (Jubir) FRPHAMP mengatakan Aksi Demo Damai ini jelas, dan tertuang dalam Surat Pemberitahuan, seperti; Jenis Aksi, Rute, Perangkat Aksi, dan Sasaran Aksi. Dan, semua rakyat yang ada di Kabupaten Nabire Papua Tengah, berfront dalam wadah yang disebut Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua, yang disingkat FRPHAMP.
"Kami sebagai manusia di muka bumi ini, apabila menyaksikan Video [Viral] warga sipil di Puncak Papua yang dianiaya oleh oknum TNI, disiksa sesuka hati dan kemudian berakibat pada hilangnya nyawa, ini, pasti saja setiap manusia tidak menerima perlakuan tidak manusiawi ini," kata Yeti.
Menurut Yeti, FRPHAMP dalam konfrensi pers ini, kami menyikapi kriminalisasi dan pengalihan isu pemerkosaan dan pembakaran rumah warga, yang tentunya itu terjadi di luar dari Aksi Demo Damai FRPHAMP dan itu terjadi setelah adanya pembungkaman ruang demokrasi oleh aparat kepolisian.
Kenapa Kami [FRPHAMP] Demo
Pada konfrensi pers, FRPHAMP menjelaskan, sejarah Rakyat Papua, merupakan sejarah yang penuh dengan darah. Praktek sistem kolonialisme Indonesia tidak pernah berhenti melahirkan kesengsaraan bagi Rakyat Papua. Penyiksaan, penculikan, pembunuhan, pemerkosaan, penangkapan sewenang-wenang, perampasan tanah, hingga rasisme terus menyelimuti lembar-lembar kehidupan dan menyudutkan Rakyat Papua.
Oleh karena itu, FRPHAMP dalam keterangan pers mengatakan, Aksi Demo Damai Front Rakyat Papua Peduli Hak Asasi Manusia Papua pada Hari Jumat, 05 April 2024, di Nabire, merupakan Aksi Demo Damai memprotes beredar sebuah video penyiksaan TNI terhadap seorang warga sipil di Papua. Dalam video itu, korban direndam dalam drum berisi air (telah berwarnah darah) dengan kedua tangannya diikat ke belakang. Korban secara bergantian dipukuli dan ditendang oleh sejumlah anggota TNI. Punggung korban juga disayat dengan pisau.
"Penyiksaan itu terjadi pada tanggal 03 Februari 2024 di Kabupaten Puncak, Papua. Korban yang diredam dan disiksa adalah Delpius Kogoya. Ia ditangkap bersama Warinus Murib dan Alinus Murib. Mereka ditangkap dengan tuduhan sebagai mata-mata TPNPB-OPM; suatu tuduhan murahan yang kemudian tidak dapat dibuktikan sama sekali oleh TNI dan Polisi," tulis FRPHAMP dalam keterangan pers yang diterima media ini.
FRPHAMP menambahkan, tiga korban warga sipil itu, Mereka bertiga ditangkap saat TNI melakukan penyisiran di Distrik Amukia dan Distrik Gome. Warinus Murib saat ditangkap, kakinya diikat dan disambungkan ke mobil. Ia diseret sejauh 1 Km, sebelum akhirnya disiksa. Sementara Alinus juga dibawa ke pos TNI dan disiksa. Setelah beberapa jam, mereka akhirnya diserahkan ke Pos Polisi karena, tidak cukup bukti untuk membutikan tuduhan dan kejahatan TNI.
Tujuan Demo Damai
Setelah FRPHAMP memberikan alasan objektif, mengapa dilakukan Aksi Demo Damai, FRPHAMP pun menjelaskan tujuan Aksi Demo Damai tersebut.
"Demo Damai Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua mendesak pemerintah agar bertanggang jawab atas pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus terjadi dan meningkat serta menghentikan tindakan-tindakan represif oleh aparat di Papua," tulis FRPHAMP melalui konfrensi pers yang dterima media ini.
Bukan hanya itu, FRPHAMP menjelaskan, Darurat Kemanusiaan itu terjadi saat diberlakukannya operasi militer pada Tahun 1962 sampai saat ini yang menewaskan sekitar 500.000 sampai 600.000 OAP (Orang Asli Papua). Pelanggaran-pelanggaran HAM di Papua, beserta impunitas bagi pelaku, juga masih terus berlanjut sampai sekarang.
Pembungkaman Ruang Demokrasi
FRPHAMP dalam keterangan pers mengatakan, pembungkaman ruang demokrasi ini bertolak belakang dengan negara yang demokrasi seperti Indonesia ini.
"Kebebasan berpendapat merupakan hal penting di dalam sebuah negara demokrasi, termasuk Indonesia. Pemerintah telah menjamin kebebasan berpendapat dengan mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya," ungkap FRPHAMP melalui keterangan pers tertulis.
Beber FRPHAMP, kebebasan berpendapat merupakan hak setiap manusia yang merupakan anugrah yang harus dipertahankan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan kebebasan berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat sesuai Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang diatur selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
"Sesuai dengan UUD 1945 kami Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua telah mengeluarkan surat pemberitahuan aksi demo Damai kepada Kepolisian Nabire Papua Tengah pada Rabu, 03 April 2024. Demo Damai yang dimaksudkan dilaksanakan pada Jumat, 05 April 2024," tulis FRPHAMP.
FRPHAMP melanjutkan bahwa namun, dalam menangani Aksi Demo Damai Front Rakyat Papua Peduli Hak Asasi Manusia Papua pada Jumat, 05 April 2024. Gabungan TNI dan POLRI membubarkan paksa Massa Aksi dengan menggunakan wapen (karet mati) dan menembak gas air mata, peluru karet, peluru timah, serta polisi menggunakan Pisau menikam massa aksi.
Dampak Dari Pembungkaman Ruang Demokrasi
FRPHAMP menyikapi Kriminalisasi, Pengalihan Isu Pemerkosaan, dan Pembakaran Rumah Warga bahwa kami dituduh oleh gabungan TNI dan POLRI, ini, tidak berdasar pada Surat Pemberitahuan yang kami masukkan di Kepolisian Nabire.
"Gabungan TNI dan POLRI menuduh Kebakaran Rumah dan Pemerkosaan itu dilakukan oleh masa aksi Demo Damai, seperti yang diberitakan di beberapa Media online. Nah, dalam Surat Pemberitahuan Aksi, kami layangkan kepada Kepolisian Resort Nabire telah menyertakan Titik Kumpul Aksi Demo Damai ada 5 Titik Kumpul. Yaitu: Pertama, Depan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siriwini Nabire. Kedua, Gapura Kampus USWIM. Ketiga, Pasar Karang Tumaritis. Keempat, Perempatan Hotel Jepara II. Dan, Kelima, Perempatan SP 1," tulis FRPHAMP dalam keterangan pers.
FRPHAMP menjelaskan, keputusan Rapat kami Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua pada Hari Selasa, 02 April 2024, di Graha STT Walter Post Nabire, Papua Tengah bahwa Aksi Demo kami adalah Demo Damai memprotes kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI dan POLRI terhadap manusia Papua untuk mengamankan perampasan Lahan, eksploitasi Sumber Daya Alam dan Lainya di Papua.
Namun, FRPHAMP masih dalam keterangan pers tertulis bahwa dalam menangani Aksi Demo Damai Gabungan TNI dan POLRI tanpa negosiasi dengan massa aksi langsung membubarkan paksa menggunakan wapen (karet mati) dan menembak gas air mata, peluru karet, peluru timah, serta polisi menggunakan Pisau menikam massa aksi.
Oleh sebab itu, massa yang tergabung dalam Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua dibubarkan paksa dan diangkut ke Truk Dalmas dibawa ke Polres nabire, "54 Orang dibubarkan, diangkut paksa, dan ditahan oleh pasukan gabungan TNI dan POLRI ke Polres Nabire. 48 Orang dibebaskan dan dipulangkan Pukul 03.00 Dini Hari Waktu Papua [WP], Sabtu, 6 April 2024. 2 Orang dipulangkan Pukul 23.39 Malam WP, Sabtu, 6 April 2024. Kemudian, 3 Orang lainnya dipulangkan pada Hari Minggu Dini Hari, Minggu, 7 April 2024. Sementara itu, 1 Orang masih ditahan sampai saat ini, atas nama Leo Bagau. Bukan hanya itu, sebanyak 18 Orang luka-luka, akibat kena Peluru Karet, Gas Air Mata, Karet Mati [Wapen], dan Peluru Tima. 100-an massa aksi mengalami gangguan pernafasan karena, menghirup asap Gas Air Mata," beber FRPHAMP melalui keterangan pers.
"Banyak motor milik massa aksi yang diangkut dan dirusakkan oleh gabungan TNI dan POLRI. Banyak korban luka yang dirawat di rumah karena, di Rumah Sakit Umum dijaga ketat oleh gabungan TNI dan POLRI. 5 Orang anak di bawah umur menjadi korban kekerasan TNI dan POLRI," tambah FRPHAMP dalam konfrensi pers.
Musuh Rakyat Papua
FRPHAMP membagi pemahaman agar sesama rakyat tidak saling konflik. Apalagi, konflik itu diciptakan dan isunya 'digoreng' sana-sini, dengan tujuan mengkriminalisasi rakyat korban. Melalui pemahaman ini juga, sesama rakyat diharapkan memahami siapa sebenarnya musuh rakyat?
"Perlawanan yang terus digulirkan oleh rakyat papua sejatinya adalah melawan sistem penindasan yang menindas rakyat papua secara politik, mengeksplotasi secara ekonomi dan terus meneror, menyiksa, membunuh rakyat papua melalui praktek militeristik," tulis FRPHAMP.
Kami Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua tidak sedang melawan dan membangun permusuhan dengan Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan tertentu yang ada di kota Nabire. Rakyat Papua dan rakyat Indonesia di Nabire jangan mau diadu-domba oleh TNI dan POLRI yang selama ini membungkam ruang demokrasi bagi gerakan rakyat di Nabire, "TNI-POLRI sebagai anjing penjaga modal Internasional yang mencuri sumber daya alam Papua, alat represif gerakan rakyat, alat pembungkaman ruang demokrasi, dan mesin pembunuh rakyat Papua. Jelaslah bahwa musuh rakyat Papua bukan rakyat Indonesia," jelas FRPHAMP dalam keterangan pers.
FRPHAMP juga mengecam pengalihan isu pemerkosaan dan pembakaran rumah warga yang dilakukan oleh gabungan TNI dan POLRI.
"TNI dan POLRI terus menggunakan kasus pemerkosaan dan pembakaran rumah di Jayanti sebagai alat untuk mengkriminalisasi Gerakan Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua dan menyembunyikan fakta Pembubaran Paksa, sikap anti demokrasi terhadap aksi rakyat Papua pada Jumat, 5 April 2024 di Nabire," tegas FRPHAMP dalam keterangan pers yang diterima media ini.
Melalui konfrensi pers ini, FRPHAMP pun secara resmi mengeluarkan 10 Tuntutan
Pertama, Rakyat Papua dan Rakyat Indonesai yang ada di Nabire jangan terprovokasi dengan upaya Konflik Horizontal yang dibangun oleh TNI dan POLRI. Mari! Bersama-sama sebagai umat beragama menjaga keamanan selama Hari Raya Lebaran di Nabire.
Kedua, Kami mengecam tindakan pemerkosaan terhadap 2 warga berinisial A (24 Tahun) dan RD (27 Tahun) oleh Orang Tidak Dikenal di Kompleks Jayanti yang jauh dari titik aksi Jepara II.
Ketiga, TNI dan POLRI hentikan upaya penculikan, penangkapan, dan kriminalisasi terhadap massa aksi demo damai Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua di Nabire.
Keempat, Kami mengecam Pembakaran rumah milik keluarga Sulistino di Jalan Jayanti Kompleks Perumahan Pemda oleh Orang Tidak Dikenal yang jauh dari Titik Aksi Jepara II.
Kelima, Mengutuk tindakan bantuan yang diskriminatif oleh PJ.Gubernur Papua Tengah yang mengganti rugi kebakaran rumah. Tetapi, tidak membantu kerugian yang dialami massa aksi demo damai Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua.
Keenam, TNI dan POLRI hentikan upaya pengalihan isu dan provokasi antara rakyat papua dan rakyat Indonesia di Nabire.
Ketuju, Segera! Copot Kapolres Nabire yang anti terhadap Ruang Demokrasi dan Gerakan Rakyat di Nabire.
Kedelapan, Kami Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua tetap akan melakukan aksi lanjutan dengan tuntutan keadilan bagi 3 masyarakat Sipil Papua korban Penyiksaan dan Pembunuhan yang dilakukan oleh 13 Anggota TNI dari Satuan Batalyon Yonif 300 Raider/ Bara Wijaya di bawah Komando III Siliwangi yang dilakukan pada 03 Februari 2024 di Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
Kesembilan, Rakyat Papua dan Rakyat Indonesia yang berada di Nabire mari bersatu menyelamatkan ruang demokrasi Rakyat di Nabire sehingga, semua aspirasi dapat tersampaikan tanpa adanya pembungkaman oleh TNI dan POLRI yang terus merekayasa situasi. Mari wujudkan Nabire yang ramah demokrasi rakyat.
Kesepuluh, Segera! Usut dan adili TNI dan PORLI yang malakukan kekerasan terhadap 4 Wartawan saat meliput aksi demo damai Rakyat Peduli HAM pada, 5 April 2024.
"Demikian himbauan dan pernyataan sikap Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua, Mari seluruh rakyat bersatu demi mewujudkan pembebasan manusia yang sejati dari tirani penindasan," tutup FRPHAMP.(*)