Oleh: Jhon Gobai *)
Pada Kamis (18/1/2024), di Nabire, ribuan massa aksi yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua (SMRP) Menolak Investasi di Blok B Wabu Intan Jaya padati jalan-jalan mulai dari Wadio, Pasar Karang hingga Sriwini, merupakan titik-titik massa berkumpul sebelum menuju titik aksi, yakni Gedung Kantor Gubernur Provinsi Papua Tengah.
“Persoalan Blok Wabu merupakan persoalan bersama. Tidak hanya massa rakyat Intan Jaya, atau suku Migani saja. Tetapi, semua. Semua akan merasakan dampak dari rencana operasi tambang ini,” ucap seorang orator di Sriwini saat sedang saling menunggu massa yang berdatangan dari rumah-rumah, mengikuti lorong-lorong jalanan, untuk segera penuhi jalan utama menuju kantor Gubernur.
Dengan penuh keberaniain, suara-suara lantang dari atas mobil komando menggemah Kota Nabire. Tampak derap langka yang gagah itu berderet sepanjang jalan raya dengan rapih dibawa satu komando menuju satu tujuan, yakni; Tolak Blok Wabu, dan bentuk investasi yang merusak, mencuri, dan merugikan alam serta manusia Papua.
Belajar dari Freeport
“Kami, Mahasiswa dan Rakyat Papua, turun ke jalan, kembali menolak rencana pembangunan Tambang di Blok B Wabu, karena kami belajar dari kondisi keberadaan Freeport hari ini,” kata seorang orator saat massa bergantian orasi di Pasar Karang, Nabire.
Sementara itu seorang orator perwakilan Mahasiswa asal Timika mengatakan sebuah keyakinan akan penolakannya kepada massa rakyat Papua. “Saya, hadir di tempat ini, karena cukup PT. Freeport sudah bikin saya dan rakyat Amungme-Kamoro hidup menderita. Cukup! Cukup sudah! Jangan lagi kepada rakyat Intan Jaya,” mengutip orasinya, dari atas mobil komando.
Data Badan Pusat Statistik dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi pada 2017 mengatakan bahwa Kab. Timika adalah salah satu kota yang paling miskin di Indonesia Timur. Kondisi ini tidak merubah secara signifikan dengan adanya pemekaran Provinsi Papua Tengah. Pemerintahan Provinsi telah mengeluarkan kebijakan Bantuan Sosial untuk memberantas Kemiskinan Ekstrim pada Desember 2023 di Nabire. Artinya angka kemiskinan tetap ada. Bahkan Pemerintah sudah menggunakan diksi “Ekstrim” untuk menggambarkan hal ini. Sementara PT. Freeport terus melakukan eksploitasi di Sumber Daya Alam di Gunung Nemangkawi.
Keberadaan Blok Wabu di Tengah Kota
Lokasi keberadaan Rencana Pembangunan Tambang Blok Wabu berada di pusat jantung Kota Intan Jaya. “Kalau Blok Wabu masuk dan beroperasi, lalu mama-mama saya di Intan Jaya akan kehilangan lahan perkebunana. Mereka harus berkebun dimana?” kata seorang orator saat massa sedang berlangsung aksi di depan Pasar Karang.
Ia justru meragukan nasib mama-mama dari dampak kehilangan lahan pertanian atau perkebunannya. “Kalau mama saya tidak berkebun lagi karena kehilangan lahan, apa kah negara akan terus mengatakan bahwa orang Papua masih terbelakang? Miskin? Tidak bisa berproduksi?” Katanya, padahal negara lah aktor yang menciptakan kondisi tersebut untuk membenarkan stigmatisasinya.
Lalu rakyat Intan Jaya akan kemana? Apakah ke bulan untuk menggenapi ungkapan Jend. Ali Moertopo (1962? Atau harus mengungsi ke pulau sebrang untuk menggenapi kata Luhut pada 2017, lalu? Itu lah mengapa rakyat Papua turun kembali ke jalan untuk menegaskan kembali bahwa rakyat Papua adalah tuan di atas tanah ini. Negara hanya diberikan kewenangan untuk mengelolah tanah, itu pun tanah yang tidak berpenggarapan. Tetapi, dengan struktur Masyarakat Adat Papua yang berkaitan langsung dengan Tanah Adat, tentunya tidak ada tanah yang kosong. Konsep kepemilikan kolektif marga, kelompok suku, ini lah yang membedakan mengapa rakyat Papua mengatakan bahwa Papua tidak ada tanah kosong.
Lantas kemungkinan ide merelokasi kota dan warga Intan Jaya dari area tambang, tentu akan menimbulkan persoalan lain. Dan, ini akan memicuh lahirnya konflik-konflik lahan dengan marga, kelompok suku yang lain. Sebab tidak ada tanah kosong untuk direlokasi. Kecuali, menggenapi perkataan para lusiver tadi, apakah ke bulan atau ke pulau di luar Papua.
Tanpa Izin dan Sepengetahuan Orang Papua
“Seingat saya,” kata seorang orator mahasiswa perwakilan Jawa, “Bapa saya tidak pernah beritahu saya bahwa kami membutuhkan tambang Blok Wabu. Bahkan nenemoyang kepada para tetua kami, hingga kepada orang tua saya! Lalu permintaan siapa? Siapa yang membutuhkan tambang Blok B Wabu itu sehingga harus direncanakan?”
Berarti, lanjut orasinya, itu keinginan dan kemauan Jakarta, bukan rakyat Intan Jaya. Kemauan pemodal Internasional bersama Pemerintah Republik Indonesia yang menjadi agen pelaksana. Lihat saja! Siapa saja yang ada dibalik rencana pembanguan Tambang Blok Wabu itu. Haris Azhar dan Fatia harus menjalani proses persidangan (jerat) penguasa hanya karena, membongkar kebenaran data—hasil riset—para petinggi militer dari satuan TNI, Polri, juga Kopasus, khususnya, dibalik Blok Wabu. Sebut saja Luhut kini diberi pangkat lord atas itu.
Demonstrasi tolak Blok Wabu ini juga membuat Tokoh Adat Meepago harus angkat bicara. Dalam sesi orasinya Ia menegaskan bahwa tidak ada lagi izin investasi di Tanah Papua. Penolakan Blok B Wabu merupakan pelajaran penting bagi rakyat Papua dan pemerintah, hari ini, katanya.
“Saya tegaskan kepada kepala suku buatan kolonial Indonesia, juga kepada pemerintah, tidak boleh ada lagi siapa pun yang mengatasnamakan masyarakat adat Intan Jaya atau Papua pada umumnya yang melakukan negosiasi dan perizinan investasi di tanah Papua, lebih khususnya di Blok B Wabu Intan Jaya,” tegas Abia Gobai, sang tokoh adat meepago dari atas mobil komando.
Siapa yang Diuntungkan?
Seorang orator perwakilan dari Kabupaten Paniai mengatakan bahwa alam Papua harusnya di jaga sebagai paru-paru dunia. Bukan kemudian dirusak, dihancurkan demi kepentingan akumulasi modal.
“Para kapitalis internasional dan kapital birokrasi harusnya menyadari. Akibat ulah mereka, dengan menerapkan sistim produksi tanpa masa depan, alam dan hutan di separu dunia di bagian eropa sudah hancur. Sebut saja, Afrika, dulunya tanah surga bagi kulit hitam, hari ini berita tentang kemiskinan, kesehatan buruk, gisi buruk, tanah yang tandus. Berita tentang hal-hal ini, di sana yang terus mewarnai dunia pers,” terangnya saat berorasi.
Dengan nada yang sama, seorang orator dari Dogiyai, juga mengatakan bahwa tambang apa pun yang sudah dan akan beroperasi di Papua tidak akan memberikan manfaat kepada orang Papua. “Sebab, pemodal hanya akan memikirkan berapa keuntungan yang Ia dapatkan dari hasil mencuri dan merampok,” katanya, mengutip orasinya.
Perang, membunuh rakyat Intan Jaya sekali pun, atas perintah akses modal, negara ini bisa saja menggunakan cara apa pun, bahkan dengan kakuasaanya, saat ini. Sebab, menurutnya, “sesuatu yang ada di dalam pikirannya adalah sebesar berapa keuntungan yang Ia bisa peroleh. Bukan tentang sebesar berapa manfaat yang dapat Ia berikan kepada rakyat Papua. Bukan, bukan itu!”
Ancaman dan Antisipasi
Pemerintah Provinsi Papua Tengah membantah tentang beredarnya informasi izin operasi tambang Blok B Wabu sudah ditandatangi. “Kami, pemerintah Provinsi Papua Tengah tidak pernah menandatangi surat izin atau rekomendasi apa pun terkait Blok Wabu. Tidak pernah. Bila ada surat semacam itu, segera tunjukan buktinya dan berikan kepada kami,” tegas Ibu Pj. Gubernur, Dr. Ribka Haluk, S.Sos., M.M., saat menanggapi aspirasi massa rakyat penolak Blok Wabu di depan Kantor Gubernur.
“Ibu, kami datang ke sini, juga ingin mendengarkan langsung dari Ibu Gubernur sendiri bahwa Pemerintah Provinsi Papua Tengah tidak akan memberikan izin untuk Blok Wabu,” tanya seorang orator yang berada di mobil komando saat itu. Menurutnya, mereka sudah mengetahui dan sudah memastikan bahwa Pemprov Papua Tengah akan membantah dengan alasan tersebut. Tetapi, Jakarta sedang malas tahu dengana apa pun situasinya, menggunakan berbagai upaya untuk meloloskan akses tambang Blok Wabu di Intan Jaya. Oleh karena itu, Ia mewakili massa rakyat penolak Tambang Blok Wabu meminta untuk memberikan keyakinan kepada rakyat bahwa pemprov tidak akan main-main dengan tuntutan rakyat ini.
“Sepanjang saya disini, itu tidak akan terjadi,” pungkas singkat Gubernur Perempuan papua pertama itu.
*) Penulis adalah Editor tadahnews.com, juga anggota Kolektif Lingkar Studi Papua
Editor: Melky Dogopia