Jauh tinggalkan kampung halaman,
Entah pergi kemana, mengungsi,
Meninggalkan perkebunan, ternak,
Dangau pun serasa tak aman,
Gegas bertolak karena, alasan,
Yah, jika berdiam, Door,
Kacang Hijo juga Kopi Susu bergerombol,
Tak pandang, yang dicurigai Door,
Itulah sebuah alasan,
Jauh tinggalkan hayat di kampung halaman,
Melewati medan jalan beresiko,
Hari berganti hari,
Bunyi kembang api - mercun di kota,
Seakan bunyi letupan kan menghampiri,
Bergegas lagi, dan begitulah terus,
Entah sampai kapan, tahun pun berganti,
Andai saja saat kelahiran Bayi Yesus saat ini,
Pasti bukan di Kandang Ternak,
Yah, ternak sudah disantap Militer Indonesia,
Pasti Bayi Yesus lahir di jalan panjang pengungsian,
Malam sunyi senyap,
Diganti menjadi malam bersiaga,
Menguping detak langkah Militer Indonesia,
Menghindari amukan amunisi juga letupan,
Tak tahu hari, bulan, juga tahun,
Kamp pengungsian hanyalah terang-gelap,
Hujan, Nyamuk, Lapar, Dingin, dan kapan pulang kembali,
Gereja, Rumah, Sekolah, telah menjadi Pos Militer Indonesia,
Natal Pengungsi, derita bangsa,
Setiap langkah mengungsi,
Ada ketukan natal perlawanan,
Lahirlah benih dan jiwa berontak,
Natal Pengungsi, kota mesti tak terselimuti ilusi,
Natal keramaian kota, bibir menipu realita,
Panggilan kemanusiaan terkubur hegemoni,
Natal Pengungsi, bahagialah dalam kerinduan,
Natal Pengungsi, kebahagiaan sejati slalu diperjuangkan,
Natal Pengungsi, itulah kita Papua,
Papua hiduplah dalam api perlawanan,
Natal Pengungsi, selamat untuk mu di sana eee!