MAI-Papua KK Merauke Menggelar Aksi Mendukung Masyarakat Adat Awyu dalam proses sidang gugatan kepada PT. Indo Asiana Lestari/dok.MAI-Papua |
TaDahnews.com, Nabire -- Saat ini Masyarakat Adat Awyu sedang menggugat PT. Indo Asiana Lestari di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Papua. Proses demi proses persidangan telah mereka lalui. Dan, saat ini sedang berada pada persidangan dengan agenda sidang pembuktian pemeriksaan alat bukti dari pihak tergugat dalam hal ini Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua yang mana, mengeluarkan perizinan kepada PT. Indo Asiana Lestari, ini, masuk di dalam Wilayah Adat Awyu.
Gugatan tersebut dengan agenda sidang pembuktian pemeriksaan alat bukti dilakukan pada hari Kamis (13/07/2023), menjelang siang Waktu Papua (WP), di PTUN Jayapura, Papua.
Terkait dengan sidang tersebut, Masyarakat Adat Independen (MAI) Papua Komite Kota (KK) Merauke melakukan aksi demonstrasi damai guna mendukung Masyarakat Adat Awyu dalam proses persidangan.
Dari keterangan pers yang diterima tadahnews.com, beberapa penjelasan terkait kepemilikan tanah adat dan eksistensi Masyarakat Adat setempat dimuat dalam keterangan itu.
Masyarakat Adat sangat identik dengan kepemilikan atas tanah. Tanah atau
Hak Ulayat dimiliki oleh seseorang maupun kelompok berdasarkan Hak Waris yang diturunkan dari leluhurnya sebagai Pemilik Ulung melalui Marga. Marga Untuk
Masyarakat Adat Papua Selatan, dan Papua secara umum diwariskan melalui sistem Patrilinear.
Sehingga, dijelaskan juga dalam keterangan pers tersebut bahwa jauh sebelum negara hadir, Tanah sudah ada dan Tanah tersebut memiliki
Tuannya atau tidak kosong. Nah, setelah negara hadir melalui Pemerintah dan perangkatnya memanipulasi Hak Masyarakat Adat, seperti yang dimuat dan diatur dalam UUD 1945, Pasal 33 Ayat (3).
UUD 1945, Pasal 33 Ayat (3) tersebut tentang “dikuasai oleh negara” atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnnya. Lahirnya Pasal 33 Ayat (3) dalam UUD 1945 tersebut menjadi tonggak politik hukum
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Secara yuridisial pasal tersebut
mencederahi Pasal 18 b ayat (2) UUD 1945 tentang memberikan jaminan hak konstitusional
masyarakat hukum adat, yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Frengky Woro dan Masyarakat Adat Suku Awyu sedang melakukan gugatan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim di PTUN Jayapura.
Gugatan tersebut berkaitan dengan kebijakan dan tindakan penerbitan Surat Keputusan (SK) Kepala DPMPTSP Provinsi Papua, ber-Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa
Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan kapasitas 90 Ton TBS/Jam, seluas
36.096,4 hektar oleh PT. Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi,
Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan, pada tanggal 2 November 2021.
Gugatan ini sudah berlangsung sejak 13 Maret 2023. Perjuangan Frengky Woro dan Masyarakat Adat Suku Awyu perlu mendapatkan dukungan kita semua. Mereka
menyelamatkan tanah dan hutan demi keberlangsungan hidup mereka dan anak-cucu bahkan generasi yang akan datang. Karena, mereka sadar bahwa tanpa Tanah dan
Hutan, Suku Awyu dan Masyarakat Adat tidak akan memiliki kehidupan yang layak.
Sadar atau tidak, Perjuangan mereka ini penting bagi kita semua. Hutan yang
mereka pertahankan penting untuk keberlangsungan hidup kita. Mereka melindungi hutan dari ancaman deforestasi yang sering sekali terjadi dan disebabkan oleh karena, proyek-proyek ekstraktif negara dan pelaku ekonomi lainnya di Papua atau di wilayah lainnya.
Berdasarkan itu, dan guna penyelamatan dampak lingkungan dan perubahan iklim, serta menjaga eksistensi Masyarakat Adat Awyu dan sekitarnya, pada umumnya Papua, maka MAI-Papua KK Merauke mengeluarkan Pernyataan Sikap, adalah sebagai berikut:
Pertama, Mendukung Penuh Masyarakat Adat Awyu dan Mendesak PTUN
Jayapura agar, Segera! Mencabut Izin Usaha PT. Indo Asiana Lestari di Kabupaten Boven Digul pada dua distrik, yakni; Distrik Mandobo Dan Distrik Fofi.
Kedua, Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Selatan Dilarang Keras Mengeluarkan Izin-Izin Secara Sepihak di atas Seluruh Tanah Adat Masyarakat Papua.
Ketiga, Segera! Tarik Semua Pasukan Organik dan non Organik dari Seluruh Tanah Air West Papua.
Keempat, Kami Mendesak Pengadilan Negeri Jakarta, Segera! Bebaskan Hariz dan Fatiah atas Semua Tudingan dengan Dalil yang tidak Berdasar, dan Bebaskan Tanpa Syarat.
Kelima, Bebaskan Juru Bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Victor Fredrik Yeimo, serta seluruh Tahanan Politik lainnya tanpa syarat.
Keenam, Cabut UU Otonomi Khusus Buatan Pemerintah Kolonial Indonesia yang Menindas Masyarakat Adat Papua.
Ketujuh, Tolak Pemekaran Provinsi, Kabupaten di Seluruh Wilayah Adat Papua.
Kedelapan, Tutup! PT. FREEPORT dan Segera! Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Rakyat Papua.
Pernyataan sikap ini dikeluarkan oleh MAI-Papua KK Merauke, pada hari Kamis (13/07/2023), Pukul 15:00, Ketua Natalis Buer.
Admin