Foto: DPRD Kabupaten Paniai, Melianus Yatipai, S.H. |
TaDahnews.com, Paniai -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Paniai Melianus Yatipai, S.H., Menyampaikan Hal Terkait Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berdasarkan Undang-Undang Perdata.
DPR Paniai membenarkannya dengan mengirim keterangan pers nya kepada media ini.
"Bagian satu tentang orang, Pasal 1., Menikmati Hak-Hak Kewargaan Tidak Tergantung Pada Hak-Hak Kenegaraan. Pasal 3., Tiada Suatu Hukuman Pun yang Mengakibatkan Kematian Perdata, atau Hilangnya Segala Hak-Hak Kewargaan," kata Melianus Yatipai, melalui via-telfon seluler kepada media ini.
Lanjut Anggota DPRD Paniai, Melianus Yatipai, S.H., menegaskan bahwa tidak diizinkan untuk pembonggaran dan penggalian pemakaman empat siswa di lapangan Karel Gobai, Enarotali dengan kepentingan apapun dan dari organisasi, lembaga, yayasan, institusi mana pun karena, hal ini adalah hal yang sangat-sangat bertentangan dengan Hukum Adat yang berlaku di Wilayah Paniai, dan Suku Mee yang radikal di Wilaya Adat Meepago. Kecuali, ada surat persetujuan perizinan penggalian dan pembonggaran pemakaman empat siswa di Lapangan Karel Gobai pada 8 Desember 2014 oleh pihak korban sebagai Wujud Hukum.
Terkait isu kental yang beredar tentang penggalian empat kuburan dan pemindahan, anggota DPR itu menanyakan dasar hukum.
"Jika ada suatu unsur yang mendesak sehingga inisiatif untuk penggalian pembonggaran, dan pemindahan pemakaman empat siswa di lapangan Karel Gobai, yang dimakamkan beberapa tahun lalu maka saya ajak perlu ada regulasi dan dasar hukum yang jelas, tegas, dan terkendali guna menyadarkan pihak korban," tegas Melianus Yatipai.
Pasalnya, sebagai anggota DPRD merasakan tiada suatu hukuman pun Yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya segala Hak-hak kewargaan sehingga kehilangan satu jiwa, warga adalah kerugian perdata negara, kemudian itu, sebelum kita bertindak perlu proteksi terhadap Hukum-hukum yang berlaku. Yakni; Hukum Positif, Hukum Religius, dan, Hukum Adat.
Ditambahkan nya lagi sehingga, anggota DPRD tidak berikan ruang untuk pembongkaran pemakaman tersebut karena, sangat bertentangan dengan Hukum Adat yang berlaku secara radikal oleh manusia suku mee di Paniai khususnya, dan pada umumnya Wilayah Meepago, kemudian itu DPRD sebagai wakil dari rakyat dikategori pihak korban terhadap empat siswa pada 8 Desember 2014, anggota DPRD tidak izinkan. Bahwa, siapapun?
Dari Lembaga, Yayasan, Institusi mana?
Dari Organisasi mana? Dan
Dengan unsur kepentingan apa?
"Siapapun merencanakan pembongkaran pemakaman empat siswa di lapangan Karel Gobai, Enarotali perlu proteksi secara hukum yang jelas, tegas, dan terkendali demi hukum yang berlaku, sehingga, saya mohon kalau ada regulasi tentang penggalian pembongkaran pemakaman perlu sosialisasi baik kepada pihak korban, dalam hal ini kepada rakyat Paniai," pungkas anggota DPRD Paniai.
Tutupnya, berdasarkan Hukum Adat
Wilaya Paniai Dan Papua, sangat unik secara
Radikal yang selalu ikuti dari generasi ke generasi, atau budaya turun-temurun adalah Sebagai Berikut, Barangsiapa Yang
Meninggal Di Lapangan Tetap Kubur Dilapangan Seperti 4 Siswa Pada 8 Desember
Tahun 2014. Barangsiapa Yang Jatuh
Dari Pohon Tetap Makam Di Pohon. Barangsiapa Yang
Terhanyut Oleh Kali Tetap Kubur Di Pinggirang Kali Tersebut. Barangsiapa Yang Jatuh di Jurang Tetap Buang di Jurang. Jika Melangkai
Kebiasaan-Kebiasaan Di atasi, Perlu Antisipasi Bersama Guna Menjaga Kosentrasi
Hidup Bagi Pihak Korban Dan Oknum Yang Merencakan Pembongkaran.
Admin