Foto: Rumah Adat Suku Mee dan Oda Owada /Dok. Laurenzu |
Oleh: Alm. Manfred Ch. Mote, S. Fil
SEKARANG tibalah saatnya bagi kita untuk melihat dan mendalami pokok mengenai ‘Spiritualitas Owaadaa’. Apakah yang dimaksud dengan Spiritualitas Owaadaa?
Spiritualitas Owaadaa ialah suatu spiritualitas kehidupan keberagamaan orang-orang Mee (suku bangsa Mee) yang dihayati dan diamalkan dengan memandang ‘Kebun Owaadaa’ sebagai ‘simbol’ Kehadiran, Kehidupan dan Keaktifan penyelenggaraan Karya-Cipta Allah Yang Mewahyukan Diri-Nya melalui dan di dalam ‘Manusia Koyeidaba’, yaitu dia yang selama hidup-nya di dunia telah mengajarkan suatu ajaran yang dinamakan ‘Touye Mana’ atau ‘Toota Mana’ yaitu suatu Ajaran Jalan Kehidupan dan Keselamatan dan yang pada akhir hidup-nya, dia yang secara rela dan bebas telah menyerahkan dan mengorbankan diri untuk mati, untuk menumbuhkan dari jasad-nya benih-benih tumbuhan dan tanaman Makanan Kehidupan dan Keselamatan jasmani-rohani secara utuh baik di dunia sekarang maupun di akhirat kelak nanti, yang dinamakan benih-benih tumbuhan dan tanaman ‘Touye Iyo’ atau ‘Toota Iyo’, dan kemudian setelah itu ia bangkit dari kematian-nya dan hidup kembali.
Peristiwa Manusia Koyeidaba ini telah dilakukan oleh Allah Sendiri menurut rencana kehendak-Nya secara langsung, nyata dan konkrit di dalam perjalanan sejarah kehidupan manusia, khususnya sejarah kehidupan manusia Suku Bangsa Mee. Kemudian atas segala dasar itu ‘Manusia Koyeidaba’ dipandang, diakui, dihormati dan dipercaya sebagai ‘Sang Utusan Allah’. Dia adalah ‘Sabda Yang Hidup’ (Touye Mana) dan ‘Makanan Yang Hidup’ (Touye Iyo) sekaligus, ‘Yang Hadir, Hidup dan Berkarya-cipta Aktif’ di dalam dan melalui rupa ‘simbol-simbol’ tumbuhan dan tanaman di ‘Kebun Owaadaa’ dari setiap rumah ‘Yameewa’ milik keluarga-keluarga besar, yang masih terus memelihara kemurnian, kesucian dan kekudusan diri bagi setiap petugasnya di setiap waktu.
Pengertian Perkataan ‘Owaadaa’.
Perkataan ‘Owaadaa’ secara etimologis terdiri dari perkataa dasar:
1. Owaa – yang berarti rumah
2. Daa, Ida, dan Edaa yang masing-masing berarti:
– Daa, artinya larangan, dilarang, terlarang;
– Idaa, artinya isi, bagian isi, bagian dalam;
– Edaa, artinya pagar, pelindung, pengaman, batasan.
Perkataan ‘Owaadaa’ menurut penghayatan dan pemahamannya, para orang-orang tua biasa menyebutnya dengan istilah-istilah seperti berikut:
1. Dimi Touda artinya tempat tinggal pikiran, pengharapan, roh;
2. Ipuwee Touda artinya tempat tinggal pemilik, yang memiliki;
3. Mee Edaa artinya pagar manusia, pelindung manusia.
Dari pengertian-pengertian ini selanjutnya pengertian ‘Owaadaa’ itu dapat diartikan atau dimengerti sebagai berikut:
1. Owaadaa ialah suatu kebun khusus, yang ditanami dengan tumbuhan-tumbuhan khusus, sehingga merupakan ‘larangan’ bagi semua orang lain yang tidak berkepentingan untuk mendekatinya, apalagi untuk memasuki ke dalamnya, namun diperbolehkan khusus hanya bagi orang khusus yang bertugas untuk memperhatikan dan memeliharanya.
2. Owaadaa sebagai Owaa dan Daa atau Owaa+daa, dimengerti sebagai rumah larangan, rumah terlarang, atau rumah yang dilarang dimasuki oleh sembarang orang karena ditempati, dihadiri, dihuni, dihidupi oleh ‘sesuatu yang suci dan kudus’ atau oleh ‘seseorang yang suci dan kudus’, sehingga diizinkan, diperbolehkan dan layak didekati hanya oleh ‘orang-orang khusus yaitu petugas yang selalu ber-diyo dou, memelihara kemurnian, kesucian dan kekudusan diri.
3. Owaadaa sebagai Owaa dan Idaa atau Owaa+idaa, dimengerti sebagai bagian isi, bagian dalam yang tidak kelihatan, tidak tampak, tidak tersentuh, sehingga bersifat abstrak dan merupakan obyek forma dari ‘Rumah Yameewa’ yang secara fisik kelihatan sebagai obyek materinya. Jadi, merupakan ‘isi rohani’ dari rumah.
4. Owaadaa sebagai Owaa dan Edaa atau Owaa+edaa, dimengerti sebagai sesuatu yang berfungsi sebagai pagar, pelindung, pengaman dan pemelihara keberlangsungan kehidupan dan keselamatan rumah.
5. Owaadaa sebagai ‘Dimi Touda’, dimengerti dan dipahami dari dua sisi atau aspek, yaitu dari sisi manusia dan sisi rohani yakni:
a). Dari sisi manusia, dimengerti sebagai suatu tempat di mana manusia dapat meletakkan, melandaskan dan menumpukan semua pemikiran, perasaan dan pengharapan akan kehidupan dan keselamatan baik secara perorangan-individual maupun secara bersama-kolektif. Tempat dimana segenap ‘kerohanian manusia’ berpijak, bertumpu, bertumbuh dan berkembang serta berharap atau berpengharapan, dan menuju terarah.
b). Dari sisi rohani, dimengerti sebagai suatu tempat dimana Roh Sang Manusia Koyeidaba hadir, hidup dan aktif berkarya-cipta dalam bentuk (wujud) memelihara tumbuhan-tumbuhan dan tanaman-tanaman makanan kehidupan dan keselamatan yang secara langsung, konkrit dan nyata akan menjadi makanan-makanan dan minuman-minuman sebagai santapan jasmani-rohani serta memberikan aspirasi-aspirasi dalam berpikir, berkata-kata dan beraktivitas sehari-hari sambil mendiskusikan dan mensharingkan ‘Touye Mana’ sebagai ‘Sabda Sumber Aspirasi mengenai segala Jalan-Jalan Kehidupanb dan Keselamatan Manusia’.
6. Owaadaa sebagai ‘Ipuwe Touda’ itu dapat dimengerti dan dipahami dari sisi manusia dan pula dari sisi rohani, yaitu:
a). Dari sisi manusia, dimengerti sebagai tempat tinggal, tempat kehidupan, tempat beraktivitas-nya ‘Roh Milik Manusia’ atau ‘Roh Yang Dimiliki Manusia’. Orang Mee percaya bahwa setiap orang dan setiap keluarga diperlengkapi oleh Allah dengan Roh-Roh Pelindung (yang dalam tradisi Gereja dipandang sebagai malaikat pelindung), dan dipercayai ‘ber-ada’ di dalam ‘Owaadaa’. Selebih dari itu adalah ‘Roh Sang Manusia Koyeidaba’ sebagai ‘Roh Milik Mereka’, dialah yang menyatu secara total dan tuntas di dalam segala dimensi kehidupan.
b). Dari sisi rohani, dimengerti dan dipahami sebagai suatu tempatm wadah, medium, sarana yang hak kepemelikannya berada di tangan kekuasaan ‘Roh Pelindung’ dan tertutama dan teristimewa ‘Roh Sang Manusia Koyeidaba’ yang melalui dan di dalam dia Allah telah lebih dahulu berinisiatif menciptakan, menghidupkan dan menyelamatkan manusia.
7. Owaadaa sebagai ‘Mee Edaa’, dimengerti dan dipahami oleh orang Mee itu sebagai berikut:
a). Di Kebun ‘Owaadaa’ itu, yang ditanami, dipelihara dan dipetik hasilnya untuk dimakan dan diminum oleh manusia itu adalah segala jenis tumbuhan dan tanaman yang telah bertumbuh dari jasad ‘Tubuh Sang Manusia Koyeidaba’.
b). Sang Manusia Koyeidaba itu, bagi manusia sebagai ‘Mee Edaa’ yaitu ‘Seorang Manusia’ yang selalu ‘memagari, mengamankan, melindungi, memelihara, menghidupkan dan menyelamatkan dengan berperan sebagai ‘Mee Edaa’ atau ‘Manusia Pemagar dan atau Pemagar Manusia’ sekaligus. Dia-lah Pagar Sejati bagi kita, sekalian manusia: kita sebagai tiap-tiap satu orang, tiap-tiap keluarga, tiap-tiap fam dan marga, tiap-tiap suku bangsa dan akhirnya semua umat manusia selaku anak-anak Allah!
*). Alm. Manfred Ch. Mote, S. Fil adalah tokoh filfus suku Mee yang telah memprakarsai program Odaa Owaada di kalangan gereja Katolik, terutama di Dekenat Paniai, Keuskupan Timika dalam acara Musyawarah Pastoral Mee dan Moni.
Diteruskan Redaksi TaDahNews.com*