Siaran Pers
Lembaga Bantuan Hukum Papua
TNI DAN POLRI GUNAKAN PENDEKATAN MILITERISTIK DALAM MENGHADAPI MASA AKSI DAMAI TOLAK UU OTSUS DI JAYAPURA
Pada prinsipnya aksi demosmtrasi dijamim dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Dalam ketentuan tersebut diatar mekanisme penyampaian pendapat serta bagaimana sikap dan tindaka aparat kemanan dalam mengawal terimplementasi kemerdekaan menyampaikan pendapat.
Sekalipun demikian ketentuannya namun pada prakteknya aparat kemanan dalam hal ini TNI- POLRI di papua cenderung memgabaikan tupoksinya dalam mengawal kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Fakta tersebut terlihat jelas dalam Aksi damai menolak UU Otsus Papua yang dilakukan oleh Mahasiswa Papua pada tanggal 27 Oktober 2020 dihadang oleh gabungan aparat keamanan dari TNI dan Polri.
Pada prakteknya Aparat gabungan TNI dan Polri mengunakan pedekatan kekerasan sehingga mengakibatkan ada masa aksi yang terkena luka tembak dan juga ada beberapa masa aksi yang matanya perih akibat tembakan gas air mata. Terlepas dari itu, ada juga masa aksi yang ditahan.
Untuk diketahui kurang lebih ada 13 orang masa aksi damai yang ditangkap. Berikut Nama-nama masa aksi damai yang dapat tahan di Gapura Uncen bawah :
1. APNIEL DOO
2. JHON F TEBAI
3. DONI PEKEI
4. YABET LIKAS DEGEI
5. MERIKO KABAK
6. ORGIS KABAK
7. CARLES SIEP
8. ONES SAMA
9. YANIAS MIRIN
10. ARKILAUS LOKON
11. KRISTIANBUS DEGEI
12. LABAN HELUKAN
13. AUSILIUS MAGAI
Sementara itu, ada satu orang masa aksi yang menjadi korban terkena tembak atas nama : MATIAS SOO.
Dalam kontek pelibatan TNI dalam pengamanan aksi demoatrasi ini juga menjadi pertanyaan tersendiri. Agar pelibatan TNI menjadi legal maka pihak kepolisian wajib menunjukan surat permohonan permintaan bantua anggota keamanan ke TNI, jika faktanya pelibatan dilakukan tanpa surat permohonan maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran TNI dalam aksi penolakan UU Otsus hari ini adalah tindakan ilegal.
Atas dasar itu kami menyimpulkan bahwa aparat keamanan dalam hal ini TNI-POLRI telanyalah gunakan Protap Penaganana Aksi Anarkis kepada Masa Aksi Penolakan UU Otsus yang dilakukan secara damai. Berdasarkan kesimpulan itu sudah dapat disebutkan bahwa TNI-POLRI melanggar hak demokrasi warga negara khususnya masa aksi damai penolakan UU Otsus yang dijamim dalam UU Nomor 9 Tahum 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Bahkan melalui fakta adanya korban penembakan maka jelas-jelas membuktikan bahwa oknum pelaku penembak telah menyalahgunakan senjata api sebagaimana dilarang dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Berdasarkan uraian diatas maka kami LBH Papua menegaskan kepada :
1. Kapolri Cq Kapolda Papua untuk memerintahkan bawahannya untuk menghargai hak demokrasi warga negara yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 sesuai dengan arahan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Standar dan Pokoh HAM Dalam Tugas-Tugas Kepolisian;
2. Kapolda Papua segerah perintahkan Kapolresta Jayapura dan Kapolsek Abepura untuk pulangkan TNI dan tarik pasukan Polri dari tempat aksi;
3. Kapolda Papua segera perintahkan Kapolresta Jayapura dan Kapolsek Abepura untuk bebaskan 13 Orang Masa aksi yang ditangkap dan sedang ditahan di Polsek Abepura;
4. Kapolda Papua Cq Kapolresta Jayapura Cq Kapolsek Abepura segara menangkap dan memproses oknum kemanan pelaku penembak Masa Aksi sebagai bentuk implementasi UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan prinsip persamaan didepan hukum.
Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakam sebagaimana mestinya.
Jayapura, 27 Oktober 2020
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Papua
Emanuel Gobay, S.H., MH
(Direktur)
1. 082199507613